"Hati-hati, tanpa kita sadari, hantu terkadang ada didekat kita tanpa sekat... Dalam situasi yang tidak kita sangka, kita dan mereka berinteraksi... Mereka bagaikan debu berterbangan, ada dimana-mana"

      Judul : TAHLILAN
                  
             
    Baru 3 hari aku pindah rumah disini dan malam ini aku mewakili bapak yang tidak bisa datang ke tahlilan tujuh hari wafatnya tetanggaku. Aku datang sedikit terlambat, acara tahlilan sudah dimulai dan aku akhirnya duduk didepan rumah yang berderet kursi kosong, sementara di teras beberapa orang saja. Didalam rumah, alunan ayat-ayat suci terdengar dengan khusuk dan merdunya menghantarkan doa-doa.
Seorang pria seumuran denganku menghampiri lalu duduk disebelahku.
      "Eh, kamu yang baru pindah ya?" Tanya dia.
      "Iya. Aku Imam, kamu?"
      "Aku Sapto. Sekolah dimana Mam?"
      "Di Es Em A Enam Sembilan"
      "Wah jauh juga. Kenapa nggak pindah sekolah dekat sini aja?"
      "Rencana sih gitu To, tapi disana betah, sayang tinggal beberapa bulan lagi kenaikan kelas kan?"
      "Bener sih. Eh tapi di sekolahku seru lho, ceweknya cantik-cantik. Udah punya pacar belum?"
      "Belom" Jawabku sambil menggeleng.
      "Yah payah, cakep gini jomblo! Normal kan?"
      Busyet ini orang, baru kenal sudah main hakim sendiri, "Normal seribu persen lah" Balasku dengan suara sedikit meninggi.
      "Psssssssstttttt!!" Dari belakangku ada suara memperingatkan agar jangan berisik.
      "Abis tahlilan ada makan-makan lho, ada rokoknya juga. Kamu ngerokok kan?"
      "Iya"
      "Nanti biasanya aku embat tuh rokok buat ntar ama temen, kalau ngerokok dirumah nggak boleh"
      "Eh Sap, siapa sih yang meninggal?"
      "Pak Slamet, serem matinya jatuh kepeleset di sungai, matanya melotot,lidahnya melet. Abisnya dia pas masih hidup tuh emang rese gitu deh, pelit juga, galak iya, ama tetangga juga nggak rukun, serakah gitu. Kabarnya dia mati kepeleset pas ngintip mbak Mumun nyuci hihihihi kena karma tuh"
      "Ah yang bener?"
      "Iya, katanya sih. Mbak Mumun itu janda bahenol, banyak lho laki sini naksir dia, termasuk bapak-bapak. Makanya ati-ati ntar bapakmu kecantol, wah bisa dapet ibu baru deh"
      "Ah sialan, nggak lah!"
      "Katanya kalau orang mati selama belum empat puluh hari, arwahnya masih dirumah lho"
      "Masa sih? Mitos kali ah!"
      "Yah, namanya aja katanya. Pas malam pertama pak Slamet mati, serem lho daerah sini, mana malamnya hujan, sepi banget deh. Apa karena yang mati orangnya rese ya? Perasaan pas mbah Usman mati nggak serem-serem amat suasananya"
      "Kalau ketemu pak Slamet gimana?"
      "Mau aku tanyain nomor togel"
      Aku dan Sapto tertawa kecil.
      "Psssssstttt !! Jangan berisik!"
      Aku menoleh ke belakang, seorang pria setengah baya mendelik, sepertinya mulai kesal.
      "Sssst, udah ah!" Kataku memperingatkan Sapto.
      "Lama banget nih tahlilan, aku abis ini mau jalan ama temen, nyari cabe-cabean, mau ikut?"
      "Kemana? Nggak ah"
      "Ikut aja, nanti aku kenalin temen-temenku, asik-asik semua kok, ceweknya juga ada, mau yang gendut ato kurus kering ada, tapi yang janda kayak mbak Mumun belum ada"
      Aku terkekeh.
      "Diam!!" Kata pria dibelakangku sambil menepuk keras bahuku.
      Aku menoleh, "Maaf pak"
     "Kalau tidak diam, pergi sana!!" Kata pria itu dengan suara lantang sambil menendang kursi dimana aku duduk.
      Aku menoleh lagi, pria itu matanya melotot penuh kemarahan.
      "Maaf pak, maaf"
      "Ngomong ama sapa kamu?" Tanya Sapto sambil menoleh ke belakang.
     "Ama bapak itu" Jawabku pelan karena merasa tidak enak hati.
     "Nggak ada siapa siapa" Kata Sapto, lalu aku menoleh ke belakang, pria itu masih menatapku dengan mata melotot tajam.
      "Sama bapak ini"
      "Hoi! Nggak ada siapa siapa" Sapto kebingungan, aku menatap Sapto, lalu aku mengalihkan pandangan ke belakang, pria itu sudah tidak ada.
      Seketika darahku terkesiap, mengalir seakan bertabrakan arahnya. Bulu diseluruh tubuhku jadi kaku dan mulutku susah untuk bicara.
      "Kamu kenapa Mam? Hei, kenapa sih?"
      Aku benar-benar sudah tak bisa bicara lagi karena ketakutan, tubuhku menggigil seiring dengan suara tahlilan yang syahdu...

****************************
      Judul : Petak Umpet
                                          
" mana teteh greenpiss, sini eke brakooot"

      Menjadi single parent tidak pernah terbayangkan dalam hidupku, mungkin bagi semua kaum wanita. Perceraian itu menorehkan luka mendalam di hatiku. Harus berjuang untuk melewati semua ini walau sangat berat karena rasa yang sudah terluka atas apa yang sudah suamiku perbuat dengan selingkuh dan memilih bercerai daripada mempertahankannya.
Kekuatan dalam hidupku kudapat dari Andi sang buah hatiku. Dia bagaikan malaikat kecilku. Tumbuh sebagai penyandang autis justru semakin tebal kian hari rasa perhatianku. Andi penyembuh luka hidupku.
      Tinggal berdua di sebuah rumah baru dengan Andi, memulai segalanya dengan penuh harapan baru.
Kala aku merasa kesepian, Andi lah sebagai penghiburku.
      "Maaa maaa... Topeeeng"
      "Bentar Andi, mama lagi sibuk"
      "Maaa maaa... Topeeeng""
      Aku mencari topeng yang biasa dipakai Andi untuk bermain-main. Aku tidak menemukan.
      "Andi taruh mana sih topengnya sayang? Mama ga nemuin deh"
      Aku masuk kamar, didalam kulihat Andi berdiri dengan tubuhnya ditutupi sprei putih, lalu Andi loncat-loncat menakuti aku. Ya, Andi selalu mengajakku bermain setelah aku pulang kerja. Selama aku kerja, Andi aku titipkan ke rumah mama.
      "Aduhhhh mama takut!" Aku teriak kecil sambil menutup wajah dan Andi semakin mendekat untuk menakutiku.
      "Dooooorr! Kena nih anak mama! Mau kemana nih!" Aku memeluk dan mengitik-ngitik pinggangnya, Andi tertawa sambil menggelinjang.
      "Andi suka? Sini mama bikinin jadi topeng, namanya topeng hantu"
      Aku menarik sprei dari badan Andi lalu aku gunting membentuk lobang untuk mata, lalu aku pakaikan ke seluruh tubuhnya.
      "Aduuhhh anak mama sereeeeem, mama jadi takut"
      Andi mengeram suaranya, tangannya menjulur keatas seolah akan menerkamku.Aku berlari kecil keluar, Andi mengejar.
      "Andi, cari mama yaaaaa... "
      Aku masuk kamar tamu lalu masuk ke dalam lemari. Dari sela-sela lemari aku melihat  Andi masuk, melangkah pelan, mencari dimana aku sembunyi. Tubuhnya merendah dan melihat kolong ranjang. Andi berdiri, lalu mematung sejenak tepat didepan lemari dimana aku sembunyi. Tangannya meraih gagang pintu lemari. Saat lemari dibuka, aku menghambur, memeluknya sambil mengitik-ngitik dan mencubit Andi.
      "Aduh mama kalaaaah, anak mama pinter deh"
      Andi membalas memelukku dengan sangat erat. Andi tidak merespon cubitan dan gelitikanku. Aku terdiam sejenak.
      "Andi? Andi kenapa diem?"
      Aku menggeser badan Andi sedikit ke depan.
      "Kenapa sayang? Andi mau minum susu?"
      Andi menggeleng. Matanya dari balik lobang sprei putih itu terlihat berkedip sambil menatapku. Ada apa dengan Andi? Tidak seperti biasanya, sekarang tidak ada mood.
      "Aduh sayang, bilang ke mama dong, Andi kenapa sih?"
      Aku raba lengannya, terasa sangat dingin.
      "Mama disini saja sama Rio"
      "Andi?" Aku terkejut Andi bisa lancar bicara
      "Rio mau sama mama"
      Aku mengernyitkan dahi, bingung.
      "Rio? Andi, siapa Rio"
      Dari arah pintu kulihat Andi masuk sambil memanggil-manggilku.
     "Ya Tuhan!" Pekikku antara terkejut dan ketakutan lalu aku melepaskan tangan dari tubuh yang tertutup sprei putih ini. Aku bingung, takut dan...
      "Andi?" Aku menatap Andi lalu menatap sosok tertutup sprei putih yang berdiri mematung didepanku.
      Aku meraih sprei putih itu, menariknya dan... Kosong! Hilang!

Salam Horor
- syahrintul -

Labels:

Post a Comment

Author Name

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.